Selasa, 15 April 2014

psikososial Erik Erikson

Erik Erikson
Manusia adalah makhluk yang penuh misteri. Banyak hal-hal yang belum terungkap sepenuhnya dalam diri manusia. upaya-upaya untuk memahami pribadi manusia ini telah dilakukan oleh para ahli sejak lama bahkan hingga saat ini. Hal ini dibuktikan dengan buku-buku kontemporer yang membahasa tentang kepribadian manudia yang terus dicetak dan diperbaharui dari tahun ketahun.
Salah satu upaya yang dilakukan oleh para ahli untuk memahami kepribadian manusia adalah dengan disusunnya teori-teori kepribadian. Menurut  Farozin dan Fathiyah (2004:3) kata kepribadian berasal dari kata personality (inggris) yang berasal dari kata persona (latin) yang berarti topeng.
Topeng adalah instrumen yang digunakan oleh para pemain peran, digunakan untuk menutupi muka, saat tampil di atas panggung. Istilah topeng ini digunakan untuk menggambarkan watak, atau perilaku seseorang yang terkadang menampilkan ekspresi berbeda antara perasaan dan wajahnya.
Untuk menjelaskan fenomena-fenomena tersebut maka lahirlah teori-teori kepribadian yang diharapkan dapat member kemudahan kepada kita untuk mendapatkan pemahaman tentang manusia. Menurut Hall dan Lindzey (Farozin dan Fathiyah, 2004:5) sebuah teori kepribadian diharapkan mampu memberikan jawaban atas pertanyaan sekitar apa, bagaimana, dan mengapa tentang tingkah laku manusia.
Sejak zaman dahulu hingga saat ini telah banyak teori kepribadian yang telah diajarkan oleh para ahli-ahli psikologi. Salah satunya adalah teori kepribadian Erik Erikson. Makalah ini akan membahas tentang teori kepribadian Erik Erikson untuk memahami Konsep dasar teor kepribadian, struktur kepribadian, proses perkembangan kepribadian, dan implikasi teori kepribadian terhadap konseling.
A.    Konsep Dasar Kepribadian
Erik Erikson adalah seorang psikolog yang merupakan murid dari Sigmund Freud seorang tokoh psikoanalitik. Erikson mengambil psikoanalitik sebagai dasar teorinya namun ia mengikut sertakan pengaruh-pengaruh sosial individu dalam perkembangannya. Berbeda dengan Freud yang berpendapat bahwa pengalaman masa kanak-kanak, terutama di lima tahun awal, yang mempengaruhi kepribdian seseorang ketika dewasa. Erikson berpendapat bahwa masa dewasa bukanlah sebuah hasil dari pengalaman-pengalaman masa lalu tetapi merupakan proses kelanjutan dari tahapan sebelumnya.
Erik Erikson membantah ide Freud yang mengatakan bahwa identitas sudah ditentukan dan terbentuk sejak kanak-kanak, pada usia lima atau enam tahun. Erikson berpendapat bahwa pembentukan identitas merupakan proses yang berlangsung seumur hidup.
Manusia adalah makhluk yang unik dan menerapkan system terbuka serta saling berinteraksi. Manusia selaulu berusaha untuk mempertahankan keseimbangan hidupnya. Keseimbangan yang dipertahankan oleh setiap individu untuk dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya, keadaan ini disebut dengan sehat. Sedangkan seseorang dikatakan sakit apabila gagal dalam mempertahankan keseimbangan diri dan lingkungannya. Sebagai makhluk social, untuk mencapai kepuasana dalam kehidupan, mereka harus membina hubungan interpersonal positif .
Konsep dasar kepribadian manusia menurut Erik Erikson tidak hanya dipengaruhi oleh keinginan/dorongan dari dalam diri individu, tapi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, seperti adat, budaya, dan lingkungan tempat dimana kepribadian individu berkembang dengan menghadapi serangkaian tahapan-tahapan sejak manusia lahir (bayi) hingga memasuki usila lanjut usia (masa dewasa akhir).

B.     Struktur Kepribadian
Seperti yang telah dibahas sebelumnya bahwa Erikson dalam mengembangkan teorinya mengambil dasar dari teori psikoanalitik Freud, namun Erik Erikson tidak sependapat dengan  Freud yang mengatakan bahwa reaksi masa dewasa adalah hasil dari pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak, khususnya di usia 5 sampai 6 tahun awal.
Menurut Erikson (http://konselingindonesia.com/ : 2010), lingkungan di mana anak hidup sangat penting untuk memberikan pertumbuhan, penyesuaian, sumber kesadaran diri dan identitas. Erik Erikson percaya bahwa setiap manusia berjalan melalui sejumlah tahap untuk mencapai pembangunan penuhnya, berteori delapan tahap, bahwa manusia melewati dari lahir sampai mati.
Erikson berpendapat bahwa kepribadian manusia tidaklah didorong oleh energi dari dalam, melainkan untuk merespon rangsangan yang berbeda-beda, misalnya indvidu dalam kehidupannya perlu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Menurut Erikson egolah yang mengembangkan segala sesuatunya. Misalnya kemampuan individu, keadaan dirinya, hubungan sosialnya dan penyaluran minatnya. Seorang individu haruslah memiliki ego yang sehat dan kuat guna merespon kondisi lingkungan sebagai salah satu proses beradaptasi.
Erikson menguraikan tahap genital Freud menjadi remaja dan menambahkan tiga tahap dewasa. Janda Joan Serson Erikson menguraikan pada model sebelum kematiannya, menambahkan tahap kesembilan (umur tua) itu, dengan mempertimbangkan harapan hidup meningkat di budaya Barat. Erikson adalah Neo-Freudian, digambarkan sebagai seorang psikolog ego mempelajari tahap pembangunan yang mencakup seluruh siklus hidup. Setiap tahap Erikson pengembangan psikososial ditandai oleh konflik, untuk yang resolusi sukses akan menghasilkan hasil yang menguntungkan, misalnya, kepercayaan vs ketidakpercayaan dan oleh sebuah peristiwa penting, konflik ini terselesaikan sendiri.
C.    Proses Perkembangan Kepribadian
Proses perkembangan kepribadian menurut Erik Erikson adalah sebuah proses yang berlangsung sejak masa bayi hingga usia lanjut. Proses perkembangan kepribadian tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor internal (dorongan dari dalam diri) tetapi juga sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial yang ada dilingkungan dimana individu tumbuh dan berkembang.
Menurut Erikson, dalam alih bahasa Fransiska dkk. 2008, kepribadian (terutama focus Erikson pada identitas) berkembang melalui 8 tahap yang saling berurutan sepanjang hidup.
Tahapan-tahapan yang dikemukakan oleh Erikson ini menggunakan tahapan perkembangan psikoseksual Freud sebagai dasar teorinya, hal ini terlihat dari lima tahapan pertama yang Erikson ajukan memperlihatkan krisis ego yang sama dengan tahapan psikoanalitik Freud.
Dalam setiap tahapan, Erikson percaya setiap orang akan mengalami konflik/krisis yang merupakan titik balik dalam perkembangan. Erikson berpendapat, konflik-konflik ini berpusat pada perkembangan kualitas psikologi atau kegagalan untuk mengembangkan kualitas itu. Selama masa ini, potensi pertumbuhan pribadi meningkat. Begitu juga dengan potensi kegagalan
Berikut ini adalah tahap perkembangan kepribadian oleh Erikson yang kami kutip dari : http://kongkoh.blogspot.com/2010/01/teori-perkembangan-psikososial-erik. html/
Tahap 1. Trust vs Mistrust (percaya vs tidak percaya)
  • Terjadi pada usia 0 s/d 18 bulan
  • Tingkat pertama teori perkembangan psikososial Erikson terjadi antara kelahiran sampai usia satu tahun dan merupakan tingkatan paling dasar dalam hidup.
  • Oleh karena bayi sangat bergantung, perkembangan kepercayaan didasarkan pada ketergantungan dan kualitas dari pengasuh kepada anak.
  • Jika anak berhasil membangun kepercayaan, dia akan merasa selamat dan aman dalam dunia. Pengasuh yang tidak konsisten, tidak tersedia secara emosional, atau menolak, dapat mendorong perasaan tidak percaya diri pada anak yang di asuh. Kegagalan dalam mengembangkan kepercayaan akan menghasilkan ketakutan dan kepercayaan bahwa dunia tidak konsisten dan tidak dapat di tebak.
Tahap 2. Otonomi (Autonomy) VS malu dan ragu-ragu (shame and doubt)
· Terjadi pada usia 18 bulan s/d 3 tahun
  • Tingkat ke dua dari teori perkembangan psikososial Erikson ini terjadi selama masa awal kanak-kanak dan berfokus pada perkembangan besar dari pengendalian diri.
  • Seperti Freud, Erikson percaya bahwa latihan penggunaan toilet adalah bagian yang penting sekali dalam proses ini. Tetapi, alasan Erikson cukup berbeda dari Freud. Erikson percaya bahwa belajar untuk mengontrol fungsi tubuh seseorang akan membawa kepada perasaan mengendalikan dan kemandirian.
  • Kejadian-kejadian penting lain meliputi pemerolehan pengendalian lebih yakni atas pemilihan makanan, mainan yang disukai, dan juga pemilihan pakaian.
  • Anak yang berhasil melewati tingkat ini akan merasa aman dan percaya diri, sementara yang tidak berhasil akan merasa tidak cukup dan ragu-ragu terhadap diri sendiri.
Tahap 3. Inisiatif (Initiative) vs rasa bersalah (Guilt)
  • Terjadi pada usia 3 s/d 5 tahun.
  • Selama masa usia prasekolah mulai menunjukkan kekuatan dan kontrolnya akan dunia melalui permainan langsung dan interaksi sosial lainnya. Mereka lebih tertantang karena menghadapi dunia sosial yang lebih luas, maka dituntut perilaku aktif dan bertujuan.
  • Anak yang berhasil dalam tahap ini merasa mampu dan kompeten dalam memimpin orang lain. Adanya peningkatan rasa tanggung jawab dan prakarsa.
  • Mereka yang gagal mencapai tahap ini akan merasakan perasaan bersalah, perasaan ragu-ragu, dan kurang inisiatif. Perasaan bersalah yang tidak menyenangkan dapat muncul apabila anak tidak diberi kepercayaan dan dibuat merasa sangat cemas.
  • Erikson yakin bahwa kebanyakan rasa bersalah dapat digantikan dengan cepat oleh rasa berhasil.
Tahap 4. Industry vs inferiority (tekun vs rasa rendah diri)
  • Terjadi pada usia 6 s/d pubertas.
  • Melalui interaksi sosial, anak mulai mengembangkan perasaan bangga terhadap keberhasilan dan kemampuan mereka.
  • Anak yang didukung dan diarahkan oleh orang tua dan guru membangun peasaan kompeten dan percaya dengan ketrampilan yang dimilikinya.
  • Anak yang menerima sedikit atau tidak sama sekali dukungan dari orang tua, guru, atau teman sebaya akan merasa ragu akan kemampuannya untuk berhasil.
  • Prakarsa yang dicapai sebelumnya memotivasi mereka untuk terlibat dengan pengalaman-pengalaman baru.
  • Ketika beralih ke masa pertengahan dan akhir kanak-kanak, mereka mengarahkan energi mereka menuju penguasaan pengetahuan dan keterampilan intelektual.
  • Permasalahan yang dapat timbul pada tahun sekolah dasar adalah berkembangnya rasa rendah diri, perasaan tidak berkompeten dan tidak produktif.
  • Erikson yakin bahwa guru memiliki tanggung jawab khusus bagi perkembangan ketekunan anak-anak.
Tahap 5. Identity vs identify confusion (identitas vs kebingungan identitas)
  • Terjadi pada masa remaja, yakni usia 10 s/d 20 tahun
  • Selama remaja ia mengekplorasi kemandirian dan membangun kepakaan dirinya.
  • Anak dihadapkan dengan penemuan siapa mereka, bagaimana mereka nantinya, dan kemana mereka menuju dalam kehidupannya (menuju tahap kedewasaan).
  • Anak dihadapkan memiliki banyak peran baru dan status sebagai orang dewasa –pekerjaan dan romantisme, misalnya, orangtua harus mengizinkan remaja menjelajahi banyak peran dan jalan yang berbeda dalam suatu peran khusus.
  • Jika remaja menjajaki peran-peran semacam itu dengan cara yang sehat dan positif untuk diikuti dalam kehidupan, identitas positif akan dicapai.
  • Jika suatu identitas remaja ditolak oleh orangtua, jika remaja tidak secara memadai menjajaki banyak peran, jika jalan masa depan positif tidak dijelaskan, maka kebingungan identitas merajalela.
  • Namun bagi mereka yang menerima dukungan memadai maka eksplorasi personal, kepekaan diri, perasaan mandiri dan control dirinya akan muncul dalam tahap ini.
  • Bagi mereka yang tidak yakin terhadap kepercayaan diri dan hasratnya, akan muncul rasa tidak aman dan bingung terhadap diri dan masa depannya.
Tahap 6. Intimacy vs isolation (keintiman vs keterkucilan)
  • Terjadi selama masa dewasa awal (20an s/d 30an tahun)
  • Erikson percaya tahap ini penting, yaitu tahap seseorang membangun hubungan yang dekat dan siap berkomitmen dengan orang lain.
  • Mereka yang berhasil di tahap ini, akan mengembangkan hubungan yang komit dan aman.
  • Erikson percaya bahwa identitas personal yang kuat penting untuk mengembangkan hubungan yang intim. Penelitian telah menunjukkan bahwa mereka yang memiliki sedikit kepakaan diri cenderung memiliki kekurangan komitemen dalam menjalin suatu hubungan dan lebih sering terisolasi secara emosional, kesendirian dan depresi.
  • Jika mengalami kegagalan, maka akan muncul rasa keterasingan dan jarak dalam interaksi dengan orang.
Tahap 7. Generativity vs Stagnation (Bangkit vs Stagnan)
  • Terjadi selama masa pertengahan dewasa (40an s/d 50an tahun).
  • Selama masa ini, mereka melanjutkan membangun hidupnya berfokus terhadap karir dan keluarga.
  • Mereka yang berhasil dalam tahap ini, maka akan merasa bahwa mereka berkontribusi terhadap dunia dengan partisipasinya di dalam rumah serta komunitas.
  • Mereka yang gagal melalui tahap ini, akan merasa tidak produktif dan tidak terlibat di dunia ini.
Tahap 8. Integrity vs depair (integritas vs putus asa)
  • Terjadi selama masa akhir dewasa (60an tahun)
  • Selama fase ini cenderung melakukan cerminan diri terhadap masa lalu.
  • Mereka yang tidak berhasil pada fase ini, akan merasa bahwa hidupnya percuma dan mengalami banyak penyesalan.
  • Individu akan merasa kepahitan hidup dan putus asa
  • Mereka yang berhasil melewati tahap ini, berarti ia dapat mencerminkan keberhasilan dan kegagalan yang pernah dialami.
  • Individu ini akan mencapai kebijaksaan, meskipun saat menghadapi kematian.
D.    Impliakasi terhadap Konseling Tujuan Konseling
Berdasarkan uraian di atas kami menyimpulkan bahwa teori konseling yang dapat digunakan adalah konseling Ego yang dikembangkan sendiri oleh erikson.
Konseling ego dipopulerkan oleh Erikson. Konseling ego memiliki ciri khas yang lebih menekankan pada fungsi ego. Kegiatan konseling yang dilakukan pada umumnya bertujuan untuk memperkuat ego strength, yang berarti melatih kekuatan ego klien. Seringkali orang yang bermasalah adalah orang yang memiliki ego yang lemah. Misalnya, orang yang rendah diri, dan tidak bisa mengambil keputusan secara tepat dikarenakan ia tidak mampu memfungsikan egonya secara penuh, baik untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, meraih keinginannya. Perbedaan ego menurut Freud dengan ego menurut Erikson adalah: menurut Freud ego tumbuh dari id, sedangkan menurut Erikson ego tumbuh sendiri yang menjadi kepribadian seseorangn
adapun tujuan konseling menurut Erikson adalah memfungsikan ego klien secara penuh. Tujuan lainnya adalah melakukan perubahan-perubahan pada diri klien sehingga terbentuk coping behavior yang dikehendaki dan dapat terbina agar ego klien itu menjadi lebih kuat. Ego yang baik adalah ego yang kuat, yaitu yang dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan dimana dia berada.

Proses Konseling
Beberapa aturan dalam konseling ego yaitu:
  • Proses konseling harus bertitik tolak dari proses kesadaran.
  • Proses konseling bertitik tolak dari asas kekinian.
  • Proses konseling lebih ditekankan pada pembahasan secara rasional.
  • Konselor hendaknya menciptakan suasana hangat dan spontan, baik dalam penerimaan klien maupun dalam proses konseling.
  • Konseling harus dilakukan secara profesional.
  • Proses konseling hendaklah tidak berusaha mengorganisir keseluruhan kepribadian individu, melainkan hanya pada pola-pola tingkah laku salah suai saja.
Teknik-Teknik Konseling
Adapun teknik-teknik dalam konseling ego adalah:
  • Pertama-tama konselor perlu membina hubungan yang akrab dengan klien.
  • Usaha yang dilakukan oleh konselor harus dipusatkan pada masalah yang dikeluhkan oleh klien, khususnya pada masalah yang ternyata di dalamnya tampak lemahnya ego.
  • Pembahasan itu dipusatkan pada aspek-aspek kognitif dan aspek lain yang terkait dengannya.
  • Mengembangkan situasi ambiguitas (keadaan bebas dan tak terbatas) yang dapat dibina dengan:
  • Konselor memberi kesempatan kepada klien untuk memunculkan perasaan yang ada dalam dirinya.
  • Klien diperkenankan mengemukakan kondisi diri yang mungkin berbeda dengan orang lain.
  • Konselor menyediakan fasilitas yang memungkinkan terjadinya transference melalui proyeksi. Pribadi yang transference adalah pribadi yang mengizinkan orang lain melihat pribadinya sedangkan proyeksi adalah mengemukakan sesuatu yang sebetulnya ada pada diri sendiri.
  • Pada saat klien transference, konselor hendaknya melakukan kontra transference.
  • Konselor hendaknya melakukan diagnosis dengan dimensi-dimensinya, yaitu:
  • Perincian dari masalah yang sedang dialami klien saat diselenggarakan konseling itu.
  • Sebab-sebab timbulnya masalah tersebut, bisa juga titik api yang menyebabkan masalah tersebut menyebar.
  • Menentukan letak masalah, apakah pada kebiasaan klien, cara bersikap atau cara merespon lingkungan.
  • Kekuatan dan kelemahan masing-masing orang yang bermasalah.
  • Membangun fungsi ego yang baru dengan cara:
  • Dengan mengemukakan gagasan baru
  • Berdasarkan diagnosis dan gagasan tersebut diberikan upaya pengubahan tingkah laku
  • Pembuatan kontrak untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang telah diputuskan dalam konseling.
Langkah- Langkah Konseling
Adapun langkah-langkah dalan penyelenggaraan konego adala:
  • Membantu klien mengkaji perasaan-perasaannya berkenaan dengan kehidupan, feelingterhadap peranannya, penampilan dan hal lain yang terkait dengan tugas-tugas kehidupannya.
  • Klien diproyeksikan dirinya terhadap masa depan. Dalam hal ini konselor mendiskusikan tujuan hidup masa depan klien, sekaligus potensi-potensi yang dimilikinya. Konselor membawa klien agar mampu melihat hubunagn yang signifikan antara masa depan dan tujuan hidup klien dengan kondisinya di masa sekarang.
  • Konselor mendiskusikan bersama klien hambatan-hambatan yang ditemuinya untuk mencapai tujuan masa depan.
  • Konselor melalui proses interpretasi dan refleksi, mengajak klien untuk mengkaji lagi diri sendiri dan lingkungannya. Selanjutnya konselor berusaha agar klien melihat hubungan antara perasaan perasaannya tadi dengan tingkah lakunya.
  • Konselor membantu klien menemukan seperangkat hasrat, kemauan dan semangat yang lebih baik dan mantap dalam kaitannya dengan hubungan sosial. Kalau memungkinkan konselor melatihkan tingkah laku yang baru.

daftar pustaka

Farozin, H Muh., Fathiyah, Nur Kartika. 2004. Pemahaman Tingkah Laku. Jakarta: PT Rineka Cipta.

PSIKIATRI INTERPERSONAL HARRY STACK SULLIVAN

PSIKIATRI INTERPERSONAL HARRY STACK SULLIVAN

Pendahuluan
Menurut Harry Stack Sullivan, kepribadian adalah pola yang relatif menetap dari situasi-situasi antar pribadi yang berulang, yang menjadi ciri kehidupan manusia. Sullivan tidak menyangkal pentingnya hereditas dan pematangan dalam membentuk dan membangun kepribadian, namun ia berpendapat bahwa apa yang khas manusiawi adalah interaksi sosial. Pengalaman hubungan antar pribadi telah mengubah fungsi fisiologis organisme menjadi organisme sosial.
Struktur Kepribadian
Meskipun Sullivan memandang tegas sifat dinamis kepribadian, namun menurutnya ada beberapa aspek kepribadian yang nyata-nyata stabil dalam waktu yang lama: dinamisme, personifikasi, sistem self, dan proses kognitif.

a.    Dinamisme (The Dynamism)
Dinamisme adalah pola khas tingkahlaku (transformasi energi, baik terbuka maupun tersembunyi) yang menetap dan berulang terjadi yang menjadi ciri khusus seseorang. Dinamisme yang melayani kebutuhan kepuasan organisme melibatkan bagian tubuh, yakni alat reseptor, efektor dan sistem syaraf. Misalnya, dinamisme makan melibatkan otot mulut dan leher.
b.    Personifikasi (Personification)
Personifikasi adalah suatu gambaran─mengenai diri atau orang lain─yang dibangun berdasarkan pengalaman yang menimbulkan kepuasan atau kecemasan. Hubungan yang memberi kepuasan akan membangkitkan image positif, sebaliknya jika melibatkan kecemasan akan membangkitkan image negatif. Misalnya, personifikasi yang dikembangkan oleh bayi mengenai ibunya adalah gambaran ibu baik (good mother) yang diperoleh dari pengalaman ibu menyusui dan merawatnya sehingga menimbulkan kepuasan atau gambaran ibu buruk (bad mother) yang diperoleh dari pendekatan ibu yang menimbulkan kecemasan dan takut).
Ketika bayi mulai membedakan diri dengan lingkungannya, mulai terbentuk personifikasi diri dan orang lain. Gambaran tentang diri sendiri yang berkembang adalah saya baik (good-me) yang dikembangkan dari pengalaman dihadiahi, dimulai dengan hadiah kepuasan makan. Personifikasi saya buruk (bad-me) dikembangkan dari pengalaman kecemasan akibat perlakuan ibu atau pengalaman ditolak atau dihukum. Baik good-me maupun bad-me bergabung ke dalam gambaran diri.
Personifikasi diri yang ketiga, bukan saya (not me) dikembangkan dari pengalaman kecemasan yang sangat, seperti kekerasan fisik atau mental. Not me menggambarkan aspek yang dipisahkan dari self dan disertai dengan emosi unkani (uncanny) atau emosi yang mengerikan dan berbahaya. Not me tidak pernah diintegrasikan ke dalam kepribadian, dan tetap dipertahankan sebagai sistem terpisah, yang bagi orang normal kadang muncul dan dianggap “mimpi buruk.” Sedang orang yang menderita gangguan mental yang serius, mungkin berhadapan dengan bukan saya sebagai sesuatu yang sangat nyata.
c.    Sistem Self (Self-System)
Sistem self adalah pola tingkahlaku yang konsisten yang mempertahankan keamanan interpersonal dengan menghindari atau mengecilkan kecemasan. Sistem ini mulai berkembang pada usia 12-18 bulan, usia ketika anak mulai belajar tingkahlaku mana yang berhubungan─meningkatkan atau menurunkan─kecemasan.
Ketika sistem self mulai berkembang, orang mulai membentuk gambaran diri atau personifikasi diri yang konsisten. Setiap pengalaman interpersonal yang dipandang bertentangan dengan sistem dirinya berarti mengancam keamanan diri. Dampaknya, orang berusaha mempertahankan diri melawan tegangan interpersonal itu memakai operasi keamanan (security operation); suatu proses yang bertujuan untuk mereduksi perasaan tidak aman atau perasaan akibat dari ancaman terhadap sistem self. Beberapa macam sistem keamanan yang dipakai sejak usia bayi antara lain:
1.disosiasi, adalah mekanisme menolak impuls, keinginan dan kebutuhan muncul ke kesadaran. Disosiasi tidak hilang, tapi ditekan ke ketidaksadaran dan mempengaruhi tingkahlaku serta kepribadian dari sana.
2.inatensi, yaitu memilih mana pengalaman yang akan diperhatikan dan yang tidak perlu diperhatikan. Terhadap pengalaman yang mengancam personifikasi diri, orang dapat berpura-pura tidak merasakannya.
3.apati dan pertahanan dengan tidur (somnolent detachment), mirip dengan inatensi. Pada apatis, bayi tidak memilih objek mana yang harus diperhatikan, semuanya diserahkan pada pihak luar. Pada pertahanan tidur, bayi tidak perlu memperhatikan stimulasi manapun.
d.    Proses Kognitif (Cognitive Process)
Menurut Sullivan, proses atau pengalaman kognitif dapat dikelompokkan menjadi tiga macam;
1.prototaxis (prototaksis), adalah rangkaian pengalaman yang terpisah-pisah yang dialami pada bayi, dimana arus kesadaran (penginderaan, bayangan, dan perasaan) mengalir ke dalam jiwa tanpa pengertian “sebelum” dan “sesudah.” Semua pengetahuan bayi adalah pengetahuan saat itu, di sini dan sekarang.
2.parataxis (parataksis). Sekitar awal tahun kedua, bayi mulai mengenali persamaan-persamaan dan perbedaan peristiwa, disebut pengalaman parataksis atau asosiasi.
3.syntaxis (sintaksis), adalah berpikir logis dan realistis, menggunakan lambang-lambang yang diterima bersama-sama, khususnya bahasa-kata-bilangan.
Tiga model pengalaman kognitif itu terjadi sepanjang hayat. Normalnya, sintaksis mulai mendominasi sejak usia 4-10 tahun.
Dinamika Kepribadian
Sullivan memandang kehidupan manusia sebagai sistem energi, yang perhatian utamanya adalah bagaimana menghilangkan tegangan yang ditimbulkan oleh keinginan dan kecemasan. Energi dapat terwujud dalam bentuk-bentuk di bawah ini;
a.    Tegangan (Tension)
Tension adalah potensi untuk bertingkahlaku yang disadari atau tidak disadari. Sumber tegangan tersebut ada dua;
1. kebutuhan (needs)
Kebutuhan yang pertama muncul adalah tegangan yang timbul akibat ketidak seimbangan biologis dalam diri individu. Kebutuhan ini dipuaskan dengan mengembalikan keseimbangan. Kepuasannya bersifat episodik, sesudah memperoleh kepuasan tegangan akan menurun/hilang, namun setelah lewat beberapa waktu akan muncul kembali. Kebutuhan yang muncul kemudian berhubungan dari hubungan interpersonal. Kebutuhan interpersonal yang terpenting adalah Kelembutan kasih sayang (tenderness). Kelembutan kasih sayang adalah kebutuhan yang umum bagi setiap orang seperti halnya kebutuhan oksigen, makan, dan air. Kebalikannya adalah kebutuhan khusus yang muncul dari bagian tubuh tertentu (oleh Freud disebut “erogenic zone”[1]). Kebutuhan biologis juga dapat dipuaskan melalui transformasi energi yakni; kegiatan fisik-tingkahlaku, atau kegiatan mental mengamati, mengingat dan berpikir. Memuaskan kebutuhan dapat menghilangkan tension, sedangkan kegagalan memuaskan need yang berkepanjangan bisa menimbulkan keadaan apathy (kelesuan), yaitu bentuk penundaan kebutuhan untuk meredakan ketegangan secara umum.
2. kecemasan (anxiety)
Menurut Sullivan, kecemasan merupakan pengaruh pendidikan terbesar sepanjang hayat, disalurkan mula-mula oleh pelaku keibuan kepada bayinya. Jika ibu mengalami kecemasan, akan dinyatakan pada wajah, irama kata, dan tingkahlakunya. Proses ini oleh Sullivan dinamakan empati. Biasanya bayi menangani kecemasannya dengan operasi keamanan, bisa pertahanan tidur atau somnolent detachment (bayi menolak berhubungan dengan pemicu kecemasan dengan cara tidur), menyesuaikan tingkahlakunya dengan kemauan dan tuntutan orang tua, dan atau dengan memilih mana yang harus tidak diperhatikan (selective inattention)─menolak menyadari stimulus yang mengganggu. Tension karena kecemasan ini unik, berbeda dengan tension lain dalam hal kecenderungannya untuk bertahan tetap dalam kecemasan dengan segala kerusakan yang diakibatkannya. Kalau tegangan lain menghasilkan tingkahlaku untuk mengatasinya, kecemasan justru menghasilkan tingkahlaku yang menghambat agar orang tidak belajar dari kesalahannya, terus-menerus menginginkan rasa aman yang kekanak-kanakan, dan membuat orang tidak belajar dari pengalamannya sendiri.
b. Transformasi Energi (Energy Transformation)
Tegangan yang ditransformasikan tingkahlaku, baik tingkahlaku yang terbuka maupun tertutup, disebut transformasi energi. Tingkahlaku yang ditransformasi itu meliputi gerakan yang kasatmata, dan kegiatan mental seperti perasaan, pikiran, persepsi, dan ingatan. Bentuk-bentuk kegiatan yang dapat mengurangi tegangan me-nurut Sullivan dipelajari dan ditentukan oleh masyarakat tempat orang itu dibesarkan.
Perkembangan Kepribadian
Periode
Orang Penting
Proses Interpersonal
Pencapaian Utama
Perkembangan Negatif
Infancy
0-1,5
Lahir-berbicara
Pemeran Keibuan Kelembutan kasih sayang Awal mengorganisasi pengalaman, belajar memuaskan beberapa kebutuhan diri Rasa aman beroperasi melalui aparthy dan somnolent detachment
Childhood
1,5-4
Berbicara-hubungan sebaya
Orang tua Melindungi rasa aman melalui imaji teman sebaya Belajar melalui identifikasi dengan orang tua; belajar sublimasi mengganti suatu kepuasan dengan kepuasan yang lain Perfomansi as if, rasionalisasi preokupansi transformasi jahat
Juvenile
4-8/10
Hubungan sebaya-chum
Teman bermain seusia Orientasi menuju kehidupan sebaya Belajar bekerja sama dan bersaing dengan orang lain, belajar berurusan dengan figur otoritas Stereotip Ostrasisme
Disparajemen
Pra-adolesen
8/10-12
Chum-pubertas awal
Chum tunggal Intimasi Belajar mencintai orang lain seperti atau melebihi mencintai diri sendiri Loneliness
Adolesen Awal
12-16
Pubertas-Seks mantap
Chum jamak Intimasi dan nafsu seks ke orang yang berbeda Integrasi kebutuhan Intimasi dengan kepuasan seksual Pola tingkahlaku seksual yang tidak terpuaskan
Adolesen Akhir
16-20
Seks mantap
Tanggung jawab sosial
Kekasih Menggabung Intimasi dengan nafsu Integrasi ke dalam masyarakat dewasa, self-respect Personifikasi yang tidak tepat Keterbatasan hidup
Maturity
20 <


Konsolidasi pencapaian setiap tahap

Tahap Pertama:. Bayi (Infancy); Lahir-Bisa Berbicara (0-18 Bulan)
Perhatian utama bayi adalah makan, sehingga obyek pertama yang menjadi pusat perhatiannya adalah puting susu ibu (atau puting botol) yang kemudian menimbulkan paling tidak tiga image, sesuai pengalaman bayi dengan puting itu;
1.puting bagus (good nipple), puting yang lembut penuh kasih sayang dan menjanjikan kepuasan fisik
2.bukan puting (not-nipple), puting yang salah karena tidak mengeluarkan air susu
3.puting buruk (bad nipple), puting dari ibu yang cemas, tidak memberi kasih sayang dan kepuasan fisik.
Pengalaman makan itu akan membentuk personifikasi ibu yang menjadi faktor penentu dalam pembentukan personifikasi diri. Ciri-ciri penting perkembangan pada masa bayi menurut Sullivan:
  1. timbulnya dinamisme apati, pertahanan tidur, disosiasi, dan inatensi
  2. peralihan dari prototaxis ke parataxis
  3. organisasi personifikasi-personifikasi, baik personifikasi ibu maupun diri sendiri
  4. organisasi pengalaman melalui belajar dan munculnya dasar-dasar sistem diri
  5. diferensiasi tubuh bayi sendiri, mengenal dan memanipulasi tubuh
  6. belajar bahasa, dimulai dengan bahasa autisme
  7. belajar melakukan gerakan terkoordinasi, melibatkan mata, tangan, mulut, dll.
Tahap Kedua: Anak (Childhood); Bisa Mengucap Kata-Butuh Kawan Bermain (1,5-4 Tahun)
Tahap anak dimulai dengan perkembangan bicara dan belajar berpikir sintaksis, serta perluasan kebutuhan untuk bergaul dengan kelompok sebaya. Anak mulai belajar menyembunyikan tingkahlaku yang diyakininya bisa menimbulkan kecemasan atau hukuman seperti dengan rasionalisasi (memberi alasan palsu) mengenai segala hal yang telah mereka kerjakan atau sedang mereka rencanakan. Mereka memiliki tampilan seolah-olah (as if performance), yakni:
1. dramatisasi (dramatization): permainan peran seolah-olah dewasa, belajar meng-identifikasikan diri dengan orang tuanya.
2. bergaya sibuk (preoccupation): anak belajar konsentrasi pada satu kegiatan yang membuat mereka bisa menghindari sesuatu yang menekan dirinya.
3. transformasi jahat (malevolent transformation): perasaan bahwa dirinya hidup di tengah-tengah musuh, sehingga hidupnya penuh rasa kecurigaan dan ketidak percayaan bahkan sampai tingkahlaku yang paranoid.
4. sublimasi taksadar (unwitting sublimation): mengganti sesuatu atau aktifitas (taksadar atau unwitting) yang dapat menimbulkan kecemasan dengan aktifitas yang lebih dapat diterima secara sosial.
Masa anak ditandai dengan emosi yang mulai timbal balik, anak disamping menerima juga bisa memberi kasih sayang. Masa anak juga ditandai dengan akulturasi yang cepat. Disamping menguasai bahasa, anak belajar pola kultural dalam kebersihan, latihan toilet, kebiasaan makan, dan harapan peran seksual.
Tahap Ketiga:
Remaja Awal (Juvenile); Usia Sekolah-Berkeinginan Bergaul Intim (4-8/10 Tahun)
Perkembangan penting dalam tahap ini adalah loncatan sosial ke depan, anak belajar kompetisi, kompromi, kerjasama, dan memahami makna perasaan kelompok. Tahap ini juga ditandai dengan munculnya konsepsi tentang orientasi hidup, suatu rumusan atau wawasan tentang:
  1. kecenderungan atau kebutuhan untuk berintegrasi yang biasanya memberi ciri pada hubungan antar pribadinya,
  2. keadaan-keadaan yang cocok untuk pemuasan kebutuhan dan relatif bebas dari kecemasan,
  3. tujuan-tujuan jangka panjang yang untuk mencapainya orang perlu menangguhkan kesempatan-kesempatan menikmati kepuasan jangka pendek.
Perkembangan negatif yang penting dalam tahap ini adalah:
  1. prasangka (stereotype), yaitu meniru atau memakai personifikasi mengenai orang atau kelompok orang yang diturunkan antar generasi,
  2. pengasingan (ostracism), adalah pengalaman anak diisolasi secara paksa, dikeluarkan/diasingkan dari kelompok sebaya karena perbedaan sifat individual dengan kelompok,
  3. penghinaan (disparagement), berarti meremehkan atau menjatuhkan orang lain, yang akan berpengaruh merusak hubungan interpersonal pada usia dewasa.
Tahap Keempat:
Pre-adolesen (Preadolescence); Mulai Bergaul Akrab-Pubertas (8/10-12 Tahun)
Pre-adolesen ditandai oleh awal kemampuan bergaul akrab dengan orang lain bercirikan persamaan yang nyata dan saling memperhatikan. Mereka membutuhkan chum: teman akrab dari jenis kelamin yang sama, teman yang dapat menjadi tempat mencurahkan hati, dan bersama-sama mencoba memahami dan memecahkan masalah hidup. Tahap pre-adolesen ditandai oleh beberapa fenomena berikut:
  1. orang tua masih penting, tapi mereka dinilai secara lebih realistic
  2. mengalami cinta yang tidak mementingkan diri sendiri, dan belum dirumitkan oleh nafsu seks
  3. terlibat kerjasama untuk kebahagiaan bersama, tidak mementingkan diri sendiri
  4. kolaborasi chum, kalau tidak dipelajari pada tahap ini, akan membuat perkembangan kepribadian berikutnya akan terhambat
  5. hubungan chum dapat mengatasi/menghilangkan pengaruh buruk simptom salah suai yang diperoleh dari perkembangan tahap sebelumnya.
Tahap Kelima: Adolesen Awal (Early Adolescence);
Pubertas-Pola Aktifitas Seksual yang Mantap (12-16 Tahun)
Perubahan fisik usia pubertas mengembangkan hasrat seksual (lust) pada periode awal adolesen. Banyak problem yang muncul pada periode ini merefleksikan konflik antar tiga kebutuhan dasar: keamanan (bebas dari kecemasan), keintiman (pergaulan akrab dengan seks lain) dan kepuasan seks. Kepuasan seksual bertentangan dengan operasi keamanan, karena aktifitas genital pada usia ini terlarang pada banyak budaya sehingga menimbulkan perasaan berdosa, malu, dan cemas. Keintiman bertentangan dengan keamanan, karena mengubah keintiman dari sesama jenis menjadi keintiman dengan jenis kelamin pasangan akan menimbulkan perasaan takut, ragu-ragu, dan kehilangan harga diri yang semuanya akan meningkatkan kecemasan. Keintiman bertentangan dengan kepuasan seksual, mereka kesulitan mengombinasikan Intimasi dengan kepuasan seksual untuk diarahkan pada satu orang paling tidak karena empat alasan:
  1. banyak adolesen yang melakukan sublimasi terhadap dorongan genitalnya, untuk mencegah penggabungan dorongan seks dengan intimasi,
  2. dorongan genital yang sangat kuat dapat dipuaskan melalui masturbasi atau hubungan seks tanpa intimasi,
  3. masyarakat membagi objek seksual menjadi dua, “baik” dan “buruk,” sedang remaja selalu memandang “baik,”
  4. alasan kultural, orang tua, guru, dan otoritas lainnya melarang keintiman dengan seks yang sama karena takut terjadi homoseksualitas, namun mereka juga melarang intimasi dengan lawan jenis karena takut dengan penyakit menular seksual, kehamilan, atau kawin dini.
Tahap Keenam: Adolesen Akhir (Late Adolescence);
Kemantapan Seks-Tanggung Jawab Sosial (16-Awal 20an)
Tahap ini ditandai dengan pemantapan hubungan cinta dengan satu pasangan. Tapi menurut Sullivan, perkembangan luar biasa tinggi dalam hubungan cinta dengan orang lain bukan tujuan utama kehidupan, namun sekedar sumber utama kepuasan hidup. Jika orang masuk pada tahap ini dengan inflasi sistem-self, menghadapi kecemasan di banyak aspek kehidupan, mereka bisa mengalami beberapa masalah seperti personifikasi yang tak tepat (inaccurate personification) dan berbagai jenis keterbatasan hidup (restrictions of living) yang meliputi pandangan tidak realistic mengenai diri sendiri, pandangan mengenai orang lain yang stereotip, serta tingkahlaku menolak kecemasan yang merusak kebebasan seseorang. Pencapaian akhir tahap ini adalah self-respect, yang menjadi syarat untuk menghargai orang lain.
Tahap Ketujuh: Kemasakan (Maturity)
Orang dewasa yang masak hendaknya sudah belajar memuaskan kebutuhan-kebutuhan yang penting; bekerjasama dan berkompetisi dengan orang lain, mempertahankan hubungan dengan orang lain yang memberi kepuasan intimasi dan seksual; dan berfungsi secara efektif di masyarakat tempat dia berada.
Aplikasi
Gangguan Mental
Menurut Sullivan, semua gangguan mental berasal dari cacat hubungan interpersonal dan hanya dapat dipahami melalui referensi lingkungan sosial orang itu. Sullivan banyak menangani schizophrenia yang dia bedakan menjadi dua; schizophrenia yang menunjukkan simptom organik dan schizophrenia yang disebabkan faktor sosial. Schizophrenia kedua inilah yang perubahan dan perbaikannya dilakukan melalui psikiatri interpersonal.
Psikoterapi
Umumnya terapi model Sullivan mula-mula berusaha untuk mengungkap kesulitan klien dalam berhubungan dengan orang lain, dan berusaha untuk mengganti motivasi disjungtif (berpisah) dengan motivasi konjungtif (bergabung). Motivasi konjungtif menyatakan kepribadian dan membuat klien bisa memuaskan kebutuhan dan meningkatkan perasaan amannya. Sullivan membagi interview dalam empat tahapan; pembukaan (formal inception), pengamatan (reconnaissance), pertanyaan detail (detailed inquiry), dan pemberhentian (termination).
DAFTAR RUJUKAN:
Alwisol. 2006. Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. Malang: UMM Press.
Suryabrata, Sumadi. 2003. Psikologi Kepribadian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Psikologi sosial Karen Horney




PSIKOANALISIS SOSIAL 
Karen Horney
Psikoanalisis adalah cabang ilmu yang dikembangkan oleh Sigmund Freud dan para pengikutnya, sebagai studi fungsi dan perilaku psikologis manusia.
Pada mulanya Horney merupakan pengikut Freud, yang kemudian terpengaruh oleh Carl Gustav Jung dan Alfred Adler. Akhirnya dia mengembangkan pendekatan kepribadian yang holistik. Manusia berada dalam satu totalitas pengalaman dan fungsinya, dan bagian-bagian kepribadian seperti fisikokimia, emosi, kognisi, sosial, kultural, spiritual, hanya dapat dipelajari dalam hubungannya satu dengan yang lain sebagai suatu kepribadian yang utuh. Pakar psikoterapi lain seperti Monroe berpendapat teori dan konsep Horney berbeda secara radikal dengan pikiran Freud dan Freudian, sehingga sukar mencari kesejajaran antara keduanya. Namun Horney sendiri menyatakan bahwa “tidak ada hal penting yang dapat dikerjakan diranah psikologi dan psikoterapi tanpa mengakui temuan fundamental dari Freud.” Menurut Horney, doktrin Freud yang terpenting adalah:
1.    Semua proses dan event psikis bersifat ditentukan (semua terjadi karena alasan tertentu, dan bukan terjadi secara random).
2.    Semua tingkah laku mungkin ditentukan oleh motivasi tak sadar.
3.    Motivasi yang mendorong manusia adalah kekuatan yang bersifat emosional dan nonrasional.
Disisi lain, Horney menentang teori Freud dalam hal:
1.    Teori Freud terlalu mekanistik dan biologik sehingga tidak bisa menggambarkan keutuhan motivasi dan tingkah laku manusia.
2.    Perhatian Freud terhadap interrelasi manusia sangat kecil, sehingga berakibat penekanan yang salah pada motivasi seksual dan konflik. Seharusnya, keamanan dan ketidakpuasan (non seksual) yang menjadi kekuatan pendorong berfungsinya kepribadian.
3.    Tingkah laku agresi dan destruksi bukan hereditas seperti yang dikemukakan Freud, tetapi merupakan sarana bagaimana orang berusaha melindungi keamanannya.
4.    Freud berpendapat penis envy adalah gambaran wanita yang inferior dan cemburu karena peran kelaminnya lebih rendah dari laki-laki, sedang Horney dan Adler berpendapat bahwa penis envy adalah simbolik wanita yang mengingikan persamaan status dan kekuasaan seperti pria.
Meskipun menggambarkan orang yang berfungsi baik, sebagai terapis, ia lebih terkait dengan individu yang disebut neurotik. Ia percaya bahwa rumah yang hangat dan penuh kasih bisa memungkinkan seseorang untuk menghindari kecemasan neurotik dan konflik seperti Erich Fromm, namun dia juga percaya bahwa aspek tertentu dari masyarakat kita menciptakan konflik yang intens seperti itu di masyarakat bahwa mereka mungkin juga perlu banyak "istirahat" untuk menghadapi tantangan menjadi orang yang sehat.
Horney percaya neurosis menjadi proses yang terus menerus terjadi secara sporadis dalam hidup seseorang. Hal ini berbeda dengan pendapat sebayanya yang percaya bahwa neurosis, seperti kondisi mental yang lebih parah, kerusakan negatif dari pikiran dalam menanggapi rangsangan eksternal, seperti kematian, perceraian atau pengalaman negatif selama masa kanak-kanak dan remaja.
55. Kebutuhan kasih sayang dan cinta semakin kuat
Horney percaya asumsi-asumsi ini menjadi kurang penting, kecuali untuk pengaruh masa anak-anak. Sebaliknya, dia menekankan signifikan terhadap ketidak pedulian orangtua terhadap anak, percaya bahwa persepsi seorang anak tentang peristiwa, yang bertentangan dengan niat orang tua, adalah kunci untuk memahami neurosis seseorang.
 11. Kurang kehangatan dan cinta orang tua
     2. Permusuhan dan kemarahan karena diperlakukan buruk
 33. Represi permusuhan agar tidak kehilangan cinta dan keaman yang hanya sedikit
   4. Kecemasan dasar dan permusuhan dasar terus diperkuat kalau lingkaran kecemasan permusuhan represi berlanjut
6 6. Semakin marah karena kebutuhannya semakin banyak tidak terpenuhi
7. Perasaan permusuhan semakin kuat
     8. Represi semakin kuat untuk mempertahankan kasih sayang yang hanya sedikit
99. Tegangan kemarahan yang semakin kacau 
   
Lingkaran Setan – Kecemasan
Kecemasan dan permusuhan cenderung ditekan (repress), atau dikeluarkan dari kesadaran, karena menunjukan rasa takut bisa membuka kelemahan diri, dan menunjukan rasa marah beresiko dihukum dan kehilangan cinta dan keamanan. Bayi mengalami proses melingkar, yang oleh Horney dinamakn Lingkaran setan atau vicious circle. Dimulai sejak akhir, bayi membutuhkan kehangatan dan kasih sayang untuk dapat menghadapi tekanan lingkungan. (1) Kalau kehangatan cinta dan kasih sayang ini tidak cukup diperoleh, (2) Bayi menjadi marah dan muncul perasaan permusuhan karena diperlakukan secara salah itu. (3) Tetapi kemarahan harus di repress agar perolehan cinta dan rasa aman yang hanya sedikit (tidak cukup) itu tidak hilang sama sekali. (4) Perasaan menjadi kacau, muncul kecemasan dasar dan permusuhan dasar. (5) Kebutuhan kasih sayang dan cinta semakin besar. (6) Kemungkinan akan semakin banyak kebutuhan kasih sayang yang tidak terpenuhi sehingga semakin kuat pula perasaan marah yang timbul. (7) Perasaan permusuhan  menjadi semakin kuat. (8) Repressi harus semakin kuat dilakukan agar perolehan kasih sayang yang hanya sedikit itu tidak hilang. (9) Tegangan perasaan kacau, marah, gusar, mangamuk semakin kuat. Kembali ke (4) ini akan membuat kecemasan dasar dan permusuhan dasar semakin kuat, dan akan terus semakin parah kalau lingkaran 4 > 5 > 6 > 7 > 8 > 9 > 4 dst. terus menerus terjadi.
2.1     Kecemasan dan Konflik (Anxiety and Conflict)
Menurut Horney (Lindzey, 1985), semua orang mengalami creature anxiety, perasaan cemas yang normal muncul pada masa bayi, ketika bayi yang lahir dalam keadaan tak berdaya dan rentan itu dihadapkan dengan kekuatan alam yang keras dan tidak bisa dikontrol. Bimbingan yang penuh kasih sayang dan cinta pada awal kehidupan membantu bayi belajar menangani situasi bahaya itu. Sebaliknya, tanpa bimbingan yang memadai bayi akan megembangkan basic anxiety, basic hostility, dan terkadang neurotic distress.
2.2     Kecemasan Dasar dan Permusuhan Dasar (Basic Anxiety and Basic Hostility)
Kecemasan dasar berasal dari rasa takut, suatu peningkatan yang berbahaya dari perasaan tak berteman dan tak berdaya dalam dunia yang penuh ancaman (Horney, 1937). Kecemasan juga telah didefinisikan dalam istilah perilaku ekspresif, tingkat umum aktivitas, dan seluruh kelas gejala perilaku dan fisiologis diagnostik. Kecemasan  dasar selalu dibarengi oleh permusuhan dasar, berasal dari perasaan marah, suatu predisposisi untuk mengantisipasi bahaya dari orang lain dan untuk mencurigai orang lain itu. Bersama-sama, kecemasan dan permusuhan  membuat orang yakin bahwa dirinya harus dijaga untuk melindungi keamanannya (Lindzey, 1985).
Kecemasan dasar itu sendiri bukanlah neurosis, melainkan “lahan subur dimana neurosis dapat berkembang setiap saat” (Horney, 1937). Kecemasan dasar terjadi terus menerus dan sulit dihentikan, secara tidak langsung membutuhkan stimulus tertentu, seperti menjalani ujian di sekolah atau berpidato. Kecemasan dasar mempengaruhi semua hubungan yang terjalin dengan orang lain dan mengarah pada cara-cara yang tidak sehat untuk berhadapan dengan orang lain.
Teori Horney tentang neurosis didasarkan pada konsep gangguan psikis yang membuat orang terkunci dalam lingkaran yang membuat tingkah laku tertekan dan tidak produktif, kemudian dikenal sebagai masalah kecemasan (Alwisol, 2009).
Bila teori belajar berurusan dengan kecemasan, dia berurusan terutama dengan hubungan yang konsekuen, ketika eksistensialis berbicara tentang kecemasan, dia khawatir terutama dengan pengalaman kecemasan, sedangkan ia memiliki perhatian yang relatif sedikit dengan yg di kondisi belajar.
2.3     Konflik Interpersonal : Kebebasan versus Kesepian
Konflik adalah pertentangan antar kekuatan yang berhadapan dalam fungsi manusia, yang tidak dapat dihindari. Pengalaman konflik tidak berarti mengidap neurotik. Suatu ketika, harapan, minat, atau pendirian seseorang bertabrakan dengan orang lain. Konflik dalam diri sendiri adalah bagian yang integral dari kehidupan manusia, misalnya dihadapkan pilihan dua keingianan yang arahnya berbeda, atau antara harapan dengan kewajiban atau antara dua perangkat nilai. Juga, nilai kultural sering mengalami konflik di dalam maupun dengan nilai di luarnya. Misalnya, masyarakat mendorong anggotanya untuk berkompetisi meraih prestasi, tetapi juga mewajibkan orang mempedulikan orang lain dan mendahulukan minat kepentingan orang lain dari pada kepentingan pribadi. Nilai-nilai tradisioanl menuntut peran ibu sebagai pengasuh anak bertentangan dengan nilai modern yang menghargai persamaan hak pria dan wanita (Alwisol, 2009).
Perbedaan konflik normal dengan konflik neurotik adalah taraf atau tinggi rendahnya. Setiap orang memakai berbagai cara mempertahankan diri melawan penolakan, permusuhan, dan persaingan dari orang lain. Orang normal mampu berbagai macam-macam strategi pertahanan disesuaikan dengan masalahnya, sedang orang neurotik secara komplusif memakai strategi pertahanan yang sama yang pada dasarnya tidak produktif. Orang dengan kecemasan dasar mungkin memulai hidup dengan konflik yang sangat berat, konflik antara kebutuhan rasa aman dan kebutuhan menyatakan kebebasan emosi dan pikiran. Semuanya dimulai dari hubungan bayi dengan ibunya, hubungan antar manusia. Dalam bukunya Self-Analysis (19242), Horney mengemukakan sepuluh kebutuhan neurotik, yakni kebutuhan yang timbul sebagai akibat dari usaha menemukan pemecahan-pemecahan masalah gangguang antara hubungan manusia.
1.        Kebutuhan kasih sayang dan penerimaan : keinginan membabi-buta untuk menyenangkan orang lain dan berbuat sesuai dengan harapan orang lain. Orang itu mengharapkan dapat diterima baik orang lain, sehingga berusaha bertingkah laku sesuai dengan harapan orang lain, cenderung takut berkemauan, dan sangat peka/ tergantung dengan tanda-tanda permusuhan dan penolakan dari orang lain, dan perasaan permusuhan di dalam dirinya sendiri.
2.        Kebutuhan partner yang bersedia mengambil alih kehidupannya : tidak memiliki kepercayaan diri, berusaha mengikat diri dengan partner yang kuat. Kebutuhan ini mencakup penghargaan yang berlebihan terhadap cinta, dan ketakutan akan kesepian dan diabaikan.
3.        Kebutuhan membatasi kehidupan dalam ranah sempit : Penderita neurotik sering berusaha untuk tetap tidak menarik perhatian, menjadi orang ke-dua, puas dengan yang serba sedikit. Mereka merendahkan nilai kemampuan mereka sendiri, dan takut menyuruh orang lain.
4.        Kekuasaan : kekuatan dan kasih sayang memungkin dua kebutuhan neurotik yang terbesar. Kebutuhan kekuatan, keinginan berkuasa, tidak menghormati orang lain, memuja kekuatan dan melecehkan kelemahan, yang berwujud sebagai kebutuhan mengontrol orang lain dan menolak perasaan lemah atau bodoh.
5.        Kebutuhan mengeksploitasi orang lain : Takut menggunakan kekuasaan secara terang-terangan, menguasai orang orang lain melalui eksploitasi dan superiorita intelektual. Neurotik sering mengevaluasi orang lain berdasarkan bagaimana mereka dapat dimanfaatkan atau dieksploitasi, pada saat yang sama mereka takut dieksploitasi orang lain.
6.        Kebutuhan pengakuan sosial atau prestise : Kebutuahan memperoleh penghargaan sebesar-besarnya dari masyarakat. Banyak orang yang berjuang melawan kecemasan dasar dengan berusaha menjadi nomor satu, menjadi yang terpenting, menjadi pusat perhatian.
7.        Kebutuhan menjadi pribadi yang dikagumi : Pengidap narkotik memiliki gambaran diri melambung dan ingin dikagumi atas dasar gambaran itu, bukan atas siapa sesungguhnya mereka. Inflasi harga diri yang terus menerus terjadi harus ditutupi juga secara terus menerus dengan penghargaan dan penerimaan dari orang lain.
8.        Kebutuhan ambisi dan prestasi pribadi : Penderita neurotik sering memiliki dorongan untuk menjadi yang terbaik, contoh: penjual terbaik, pemain bowling terbaik, pecinta terbaik. Mereka ingin menjadi yang terbaik dan memaksa diri untuk semakin berprestasi sebagai akibat dari perasaan tidak aman, harus mengalahkan orang lain untuk manyatakan superioritasnya.
9.        Kebutuhan mencukupi diri sendiri dan independensi : Neurotik yang kecewa – gagal menemukan hubungan-hubungan yang hangat dan memuaskan dengan orang lain yang cenderung akan memisahkan diri tidak mau terikat dengan orang lain, membuktikan bahwa mereka bisa hidup tanpa orang lain. Gambaran khas dari sifat “play boy” yang tidak mau terikat dengan wanita manapun.
10.    Kebutuhan kesempurnaan dan ketaktercelaan : Melalui perjuangan yang tidak mengenal lelah untuk menjadi sempurna, penderita neurotik membuktikan harga diri dan superioritas pribadinya. Mereka sangat takut membuat kesalahan dan mati-matian berusaha menyembunyikan kelemahannya dari orang lain.
Kecemasan dasar dan permusuhan dasar terbentuk dari konflik antara kebutuhan untuk keamanan dan kebutuhan untuk mengekspresikan, emosi fundamental dan pikiran.
2.4     Konflik Intrapsikis
Kecenderungan neurotik yang timbul dari kecemasan dasar, berkembang dari hubungan anak dengan orang lain. Dinamika kejiwaan yang terjadi menekankan pada konflik budaya dan hubungan antar pribadi. Dalam hal ini Horney tidak mengabaikan faktor intrapsikis dalam perkembangan kepribadiannya. Menurutnya, proses intrapsikis semula berasal dari pengalaman hubungan antar pribadi kemudian mengembangkan eksistensi dirinya terpisah dari konflik interpersonal. Untuk dapat memahami konflik intrapsikis yang sarat dengan dinamika diri, perlu difahami empat gambaran diri dari Horney (Alwisol, 2009), yaitu :
1.             Diri Rendah (Despised Real Self)
          Konsep yang salah tentang kemampuan diri, keberhargaan dan kemenarikan diri, yang didasarkan pada evaluasi orang lain yang dipercayainya, khususnya orang tuanya. Evaluasi negative mungkin mendorong oramg untuk merasa tak berdaya.
2.             Diri Nyata (Real Self)
          Pandangan subjektif bagaimana diri yang sebenarnya, mencakup potensi untuk berkembang, kebahagiaan, kekuatan, kemauan, kemampuan khusus, dan keinginan untuk “realisasi diri”, keinginan untuk spontan menyatakan diri yang sebenarnya.
3.             Diri Ideal (Ideal Self)
          Pandangan subjektif mengenai diri yang seharusnya, suatu usaha untuk menjadi sempurna dalam bentuk khayalan, sebagai kompensasi perasaan tidak mampu dan tidak dicintai.
4.             Diri Aktual (Actual Self)
          Berbeda dengan real self yang subektif, aktual self adalah kenyataan objektif diri seseorang, fisik dan mental apa adanya, tanpa dipengaruhi oleh persepsi orang lain.
2.5     Upaya Mengatasi (Attempts At Coping)
Untuk mengatasi kecemasan dasar, orang mengembangkan sejumlah strategi. Mereka menciptakan dan berusaha untuk mewujudkan sebuah citra diri ideal dengan mencapai kesempurnaan, atau "kemuliaan", mereka mengembangkan "sistem kebanggaan" untuk mendukung gambaran ideal, serta satu set perilaku standar yang mustahil, atau "keharusan", dan mereka mencoba untuk memungkiri, atau "mengeksternalisasi", hal-hal dalam diri mereka yang mereka tidak dapat mengatasi. Semua upaya ini dapat menghasilkan "keterasingan dari diri"
Mengatasi telah didefinisikan dalam istilah psikologis oleh Susan Folkman dan Richard Lazarus sebagai "constantly changing cognitive and behavioral efforts to manage specific external and/or internal demands that are appraised as taxing" (selalu berubah upaya kognitif dan perilaku untuk mengelola tuntutan eksternal atau internal tertentu yang dinilai sebagai beban) atau "exceeding the resources of the person (melebihi sumber dari orang). (Lazarus & Folkman, 1984)
Dengan demikian, mengatasi (Coping) merupakan pengeluaran usaha sadar untuk memecahkan masalah personal dan interpersonal, dan berusaha untuk menguasai, mengurangi atau mentolerir stres atau konflik. Mekanisme coping psikologis biasanya disebut strategi mengatasi atau keterampilan mengatasi. Istilah mengatasi umumnya mengacu pada strategi penanggulangan adaptif atau konstruktif, yaitu strategi mengurangi tingkat stres. Namun, beberapa strategi penanganan yang dapat dianggap maladaptif, yaitu, tingkat stres meningkat. Maladaptif mengatasi dengan demikian dapat dijelaskan, pada dasarnya, sebagai non-coping. Selanjutnya, istilah mengatasi umumnya mengacu reaktif coping, yaitu, respon coping berikut stressor. Ini kontras dengan mengatasi proaktif, dimana respon coping bertujuan untuk mencegah stressor masa depan. Respon coping yang sebagian dikendalikan oleh kepribadian (sifat kebiasaan), tetapi juga sebagian oleh konteks sosial, khususnya sifat dari lingkungan stress.
Gaya Interpersonal dan Upaya Mengatasi
Sumber: Horney (1942, 1945, 1950)
Upaya mengatasi
Gaya interpersonal
Kerendahan hati,
Bergerak ke arah lain,
Mencari cinta
Perluasan,
Bergerak melawan lainnya,
Berusaha mendominasi
Pengunduran diri,
Bergerak menjauh dari orang lain,
Berusaha untuk menghindari hubungan
Citra diri ideal
Baik, murah hati, penuh kasih, tidak egois, simpatik, baik hati, rendah hati, mengorbankan diri
Semua-kuat, tak terkalahkan, bantuan tidak ada yang perlu; intelektual, fisik, moral unggul
Independen, mandiri, berwawasan, mandiri, bebas dari keinginan dan gairah, setia pada satu diri, unik
Mencari kemuliaan
Sempurna cinta; menyerah kepada seseorang yang akan mengambil alih kehidupan seseorang; kesempurnaan Kristus; kemartiran
Absolute kontrol; berada di atas dan lebih baik dari semua orang; kemenangan dan pembalasan
Kebebasan; ketenangan sempurna, tidak ada masalah, iritasi, mengganggu
Sumber kebanggaan
Menjadi baik, baik hati, dicintai (secara sadar ditolak tetapi ditunjukkan pada hipersensitivitas terhadap dikritik)
Intelektual kekuatan, kewaspadaan, kemampuan untuk mengecoh orang lain, keadilan, pandangan ke depan, perencanaan, berada di atas luka dan penderitaan
Kebijaksanaan yang "realistis", detasemen, ketabahan, self-sufficiensy, kemandirian, ketahanan terhadap pemaksaan, berada di atas kompetisi
Sumber dari rasa membenci diri
Rendah diri, kebodohan, kelemahan; yang dicintai, tidak diinginkan
Falibilitas; kebutuhan akan cinta, spontanitas, kegembiraan hidup
Inersia, kegagalan untuk mencapai apa-apa, kesia-siaan
Keharusan
Mengembangkan hubungan cinta menjadi satu harmoni perect, bercinta pasangannya, tidak buang waktu n diri, tidak berusaha untuk lebih dari satu telah

Menyelesaikan tugas apapun; menangani situasi apapun, memecahkan masalah, tidak peduli bagaimana kompleks; menaklukkan segala sesuatu dengan belaka akan; selalu benar
Melupakan kesenangan semua; tidak menjadi atached atau terlibat secara emosional dengan siapa pun, tidak harus mengubah 'tidak harus menyesuaikan diri dengan orang lain kebutuhan
Eksternalisasi
Kemarahan, permusuhan, dan kebencian diri, dengan melihat orang lain menuduh atau mengkritik diri sendiri atau dengan penderitaan dan dengan demikian membuat orang lain merasa bersalah
Ketakutan, kecemasan tak berdaya, dan, dengan memanggil orang lain ketakutan, dan lemah; falibilitas sendiri, dengan menunjukkan kebodohan orang lain dan kesalahan.
Kebutuhan untuk mengontrol dan membuat tuntutan pada orang lain, dengan melihat orang lain sebagai menuntut pengajuan dan sebagai mengganggu kehidupan seseorang
 2.6    Jenis-jenis strategi coping
1.  Moving toward people
     Memiliki ciri-ciri seperti menganggap orang lain mempunyai arti yang sangat penting dalam hidupnya, mempunyai sikap tergantung pada orang lain, ingin disenangi, dicintai dan diterima, bersikap intrapunitif (suka menghukum/ menyalahkan diri sendiri) serta mengorbankan diri sendiri dan tidak individualistis.
2.  Moving against people
     Mempunyai ciri-ciri seperti bersikap agresif, oposisional (bertentangan dengan orang lain), ingin menguasai dan menindas orang lain, tidak pernah memperlihatkan rasa takut maupun rasa belas kasihan serta menjalin hubungan dengan orang lain berdasarkan pertimbangan untung dan rugi. Sementara untuk orang yang memiliki orientasi.
3.  Moving away from people
     Mempunyai ciri-ciri seperti menjauh atau lari dari realitas, tidak mau mengadakan keterlibatan emosi dengan orang lain baik dengan mencintai, berkelahi atau berkompetisi dan individu ini selalu berusaha agar bisa hidup tanpa orang lain dan benar-benar tidak ingin tergantung pada orang lain. (Wagner, 1996).
2.7     Citra Diri Ideal dan Pencarian Kemuliaan (The Idealized Self-Image and The Search For Glory)
Karena mereka merasa rendah diri, orang dengan kecemasan dasar mengembangkan citra diri yang ideal seperti sebuah gambar (dan sebagian besar tidak sadar) imajiner dari diri sebagai prssessor kekuasaan tak terbatas dan kualitas superlatif. Diri yang sebenarnya orang ini adalah berada dalam kehidupan sehari-hari, sering dihina karena gagal memenuhi persyaratan dari gambaran ideal. Semua orang mendengar cacian diri mereka sendiri untuk beberapa kesalahan kecil: "apa saya idiot? bagaimana bisa saya lakukan hal bodoh seperti itu?" Horney menyarankan bahwa hanya orang yang diam-diam percaya kesempurnaan mereka sendiri (atau potensial untuk kesempurnaan) yang sangat toleran terhadap ketidak sempurnaan mereka. (Lindzey, 1985)
Mendasari tentang diri ideal dan diri yang sebenarnya adalah diri sejati, yang terungkap oleh sebagai orang hanya untuk menumpahkan berbagai teknik pengembangan untuk menangani kecemasan dasar dan mencari cara untuk mengatasi konflik. Diri sejati bukan merupakan perusahaan tetapi suatu "kekuatan" yang mendorong pertumbuhan dan realisasi diri (Horney, 1950).
Dalam pencarian kemuliaan, orang tersebut mencoba untuk memenuhi citra diri yang ideal. Formulasi yang mirip dengan "superiority striving" Adler, mencari kemuliaan dari perjuangan normal untuk prestasi dapat dibedakan dalam tiga cara: Perjuangan neurotik yang memaksa, tidak pandang bulu, dan tidak pernah puas.
Horney juga berbagi pandangan Abraham Maslow bahwa aktualisasi diri adalah sesuatu yang semua orang perjuangkan. Dengan "diri" dia mengerti inti dari keberadaannya sendiri dan potensi. Horney percaya bahwa jika kita memiliki konsepsi yang akurat tentang diri kita sendiri, maka kita bebas untuk menyadari potensi kita dan mencapai apa yang kita inginkan, dalam batas-batas yang wajar. Dengan demikian, ia percaya bahwa aktualisasi diri adalah tujuan orang yang sehat melalui kehidupan yang bertentangan dengan neurotik itu menempel satu set kebutuhan utama.
Menurut Horney kita dapat memiliki dua pandangan tentang diri kita: "diri sejati" dan "diri ideal". Diri yang sebenarnya adalah siapa dan apa kita sebenarnya. Diri ideal adalah tipe orang kita merasa bahwa kita seharusnya. Diri yang sebenarnya memiliki potensi untuk pertumbuhan, kebahagiaan, akan kekuasaan, realisasi hadiah, dll, tetapi juga memiliki kekurangan. Diri ideal digunakan sebagai model untuk membantu diri sejati dalam mengembangkan potensinya dan mencapai aktualisasi diri. (Engler 125) Tetapi penting untuk mengetahui perbedaan antara diri kita yang ideal dan nyata.
Diri orang neurotik yang dibagi antara diri ideal dan diri sejati, akibatnya individu neurotik merasa bahwa mereka tidak hidup sesuai dengan diri ideal. Dengan demikian, neurotik adalah seperti pendulum jam, berosilasi antara "kesempurnaan" keliru dan merupakan manifestasi dari diri kebencian. Horney disebut fenomena ini sebagai "tirani dari keharusan" dan putus asa yang neurotik yang "mencari kemuliaan". Dia menyimpulkan bahwa sifat-sifat tertanam jiwa selamanya mencegah potensi individu dari yang diaktualisasikan kecuali siklus neurosis entah bagaimana rusak, melalui pengobatan atau sebaliknya.
2.8     Sistem Kebanggaan (The Pride System)
Sistem kebanggaan terdiri dari dua fenomena yang mau tidak mau menemani satu sama lain. Kebanggaan neurotik adalah kebanggaan palsu karena diinvestasikan dalam hal-hal yang mendukung citra diri yang ideal, seperti menjadi lebih kuat atau lebih kecerdasan dari orang lain. Perasaan rendah diri yang mendasari citra diri ideal, bersama dengan kegagalan akan menghasilkan kebencian terhadap diri sendri. Setiap kegagalan meningkatkan kebencian diri seseorang dan kebutuhannya untuk mempertahankan kebanggaan dalam diri ideal.

2.9     "Harus" (The “Shoulds”)
Dalam upaya lebih jauh untuk mendukung citra diri ideal, orang mengembangkan keharusan, yaitu satu set tuntutan pada diri yang "sama sekali terlalu sulit dan terlalu kaku". Contohnya: seorang mahasiswa di tahun terakhir kuliah menulis makalah senior, melakukan proyek penelitian, menjabat sebagai presiden asosiasi mahasiswa, menulis kolom untuk koran kampus, bermain klarinet di sebuah klub lokal, dan mencoba untuk melanjutkan kehidupan sosial yang luas. Ketika ia melakukan kesalahan gramatikal kecil dalam kolom, temannya bertanya apa ia berusaha untuk membuktikan.
Keharusan didasarkan pada asumsi bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan mudah, tidak peduli fakta apa yang akan mempengaruhi. Misalnya, seorang profesor sejarah seni merasa bahwa dia harus bisa menulis sebuah artikel tentang seorang pelukis romanian, jelas dalam beberapa hari dan melemparkan menjadi depresi karena tulisannya tidak mengalir. Ia mengabaikan fakta bahwa sebelum mulai menulis, dia harus melakukan penelitian, mengorganisir pikirannya, mempertimbangkan apakah ia telah mengatakan sesuatu, dan membuat garis yang jelas.
2.10   Mengasingkan diri (Alienation From Self)
Citra diri diartikan secara total tidak sama dengan nyata diri, dan externalization adalah satu pengingkaran dari nyata diri. Kerenggangan dari diri punyai jangkauan luas akibat adanya kepribadian dan hidup. Orang-orang meyakini bahwa yang lain adalah reponsible untuk kesulitan mereka. Semakin sedikit cara yang tersedia untuk mendorong ke arah realisasi diri, akhirnya sistem bangga mencegah orang-orang dari tanggung jawab asumsi untuk mereka sendiri. Misalnya, kalau seseorang tidak dapat mengenali bahwa dia adalah penghasut dari perilakunya sendiri, dia akan enggan untuk melahirkan konsekuensi dari perilaku itu dan dia tidak akan mengenali bahwa hanya dia yang dapat melakukan sesuatu tentang kesulitan yang diakibatkan oleh ini.
2.11   Neurotik "Solusi" Untuk Konflik (Neurotic “Solution” to Conflict: Horney’s Model of Interpersonal Styles)
Sesuai dengan Horney, orang-orang berhubungan dengan diri mereka sendiri. Saat manusia berkembang, mereka belajar mempergunakan sesuatu yang lain dari gaya hubungan antar pribadi ini. Walaupun orang-orang biasanya lebih suka satu gaya, namun mereka mampu untuk mengekspresikannya. Orang-orang yang belum pernah menaklukkan kecemasan dasar dan permusuhan dasar, bagaimanapun tidak dapat tahan terhadap konflik.
2.12   Melupakan Diri Sendiri (Self-Effecment)
Orang-orang yang melupakan dirinya sendiri jarang menyatakan kebutuhan mereka secara terbuka. Mereka mungkin melebih-lebihkan rasa dari ketakberdayaan dan derita, hal itu untuk memperoleh keprihatinan. Citra diri mereka idealkan dengan menekankan kasih sayang. Ketika mereka tidak menerima dengan persetujuan orang lain, mungkin mereka akan berusaha untuk memperoleh persetujuan itu, dan kalau mereka mengalami kekecewaan, maka lingkaran setan yang lain akan berjalan. 
2.13   Perkembangan
(Lindzey, 1985), Kekuatan pemotivasi mereka adalah penentuan untuk mengatasi tiap-tiap rintangan. Ada tiga jenis perkembangan, yaitu:
1.      Narcissistic.
2.      Perfectionistic.
3.      Arrogant-vindictive.
Orang-orang Narcissistic tampak sangat tinggi dan percaya diri, tidak punya keraguan, sadar dari bakat dan keterampilan mereka sendiri. Horney sering berkata, orang-orang yang demikian menyukai anak-anak. Mereka sering menjadi penuh kasih dan dermawan tapi hanya sebagai antisipasi kemurahan hati kembali. Horney melihat narsisme cukup berbeda dari Freud, Kohut, dan teori psikoanalitik utama. Karena ia tidak menempatkan sebuah narsisme primer, tetapi melihat kepribadian narsistik sebagai produk dari jenis tertentu dari lingkungan awal yang bekerja pada jenis temperamen tertentu. Baginya, kebutuhan narsis dan kecenderungan tersebut tidak melekat dalam sifat manusia.
Narsisme berbeda dari strategi Horney yang defensif atau solusi bukan dalam kompensasi. Idealisasi diri adalah kompensasi dalam teori, tapi hal itu berbeda dari narsisisme. Semua strategi defensif melibatkan idealisasi diri, tetapi dalam penyelesaiannya, narsis cenderung menjadi produk dari kegemaran bukan kekurangan. Harga diri para narsisis tidak kuat, karena tidak didasarkan pada prestasi asli
Orang-orang Perfectionistic mendasari rasa mereka dari keadaan diatas para cendekiawan dan standar moral. Hal yang berada di luar mereka merupakan kegagalan mereka. Mempunyai standar yang tinggi, yang dapat memberikan orang-orang ini satu perasaan sebagai penguasaan.
Orang-orang Arrogant-vindictive  sangat biasanya mempunyai "particularly bad human experiences", penghinaan, pengabaian, atau kekejaman seperti itu, dan mereka yakin bahwa orang lain itu tak jujur dan berhati dengki. Mereka merupakan pesaing yang tinggi dan bangga dari kemampuan mereka untuk memperdayakan yang lain.
2.14   Pengunduran Diri (Resignation)
Pengunduran diri berpotensi paling destruktif dari semua penderita neurotic "solusi" ini memaksudkan untuk menarik diri dari bidang hubungan interpersonal dan dengan demikian hidup sendiri. Horney menyarankan beberapa cara, dalam lingkungan awal dari orang-orang pasrah, buat permintaan berlebihan pada mereka untuk mencocokkan dan mengancam untuk melanda mereka tanpa memandang ke ciri khas mereka.
Orang-orang pasrah mungkin melibatkan pada beberapa aktivitas bervariasi kecuali tanpa kedalaman atau persetujuan yang mengikat. Mereka mungkin berkata, lakukan, dan bahkan mereka berpikir apa yang diharapkan pada lingkungan tertentu, demi pendapat orang lain. Ketika seseorang mencoba untuk berhubungan dengan orang-orang demikian di beberapa cara, sesuatu menyadari kedangkalan dari adaptasi mereka. Erich Fromm, mendiskusikan satu kepribadian serupa yang dia namakan "marketing" jenis. Dikatakan satu kerusakan permanen pada kapasitas orang untuk mengalami derita emosional yang sebenarnya. Horney tidak sependapat dengannya, dinyatakan dengan orang-orang yang demikian mengungkapkan di pengobatan, "sangat melupakan kesedihan, benci diri dan benci untuk orang lain, mengasihani diri, berputus asa, bimbang" mereka tidak cacat, dia minta dengan tegas, tapi terlibat dalam satu tekad dari bagian dalam hidup.
Horney menyarankan faktor masa anak-anak itu mungkin menyebabkan adopsi dari corak mode tertentu, dia mungkin akan cepat untuk mengatakan yang mengecualikan ke aturan. Faktor lain pada hidup awal anak dan mungkin faktor biologi juga mungkin mempengaruhinya atau perkembangannya.
2.15   Psikologi Feminin
Horney juga pelopor dalam disiplin psikiatri feminin, juga sebagai salah satu psikiater wanita pertama yang menyajikan makalah tentang psikiatri feminin. Empat belas makalah dia tulis antara tahun 1922 dan 1937 yang digabung menjadi satu buku yang berjudul Feminine Psychology. Sebagai seorang wanita, ia merasa bahwa pemetaan dari tren dalam perilaku perempuan adalah pengabaian masalah. Dalam esainya yang berjudul "The Problem of Feminine Masochism" Horney merasa dia membuktikan bahwa budaya dan masyarakat di seluruh dunia mendorong perempuan bergantung pada laki-laki untuk cinta mereka, wibawa, kekayaan, perawatan dan perlindungan. Perempuan dianggap sebagai objek pesona dan keindahan-berbeda dengan tujuan akhir setiap manusia dari aktualisasi diri.
Wanita, menurut Horney, secara tradisional memperoleh nilai hanya melalui anak-anak mereka dan keluarga yang lebih luas. Dia menyentuh lebih lanjut mengenai hal ini dalam esainya "The Distrust Between the Sexes" di mana ia membandingkan hubungan suami-istri ke orang tua-anak, hubungan kesalah pahaman yang melahirkan neurosis merugikan.
Horney percaya bahwa pria dan wanita memiliki dorongan untuk menjadi cerdik dan produktif. Wanita dapat memuaskan kebutuhan normal dan batin. Untuk melakukan hal ini, mereka hamil dan melahirkan. Pria akan puas hanya perlu melalui cara-cara eksternal. Horney mengusulkan agar prestasi mencolok dari pria dalam pekerjaan atau bidang lain dapat dilihat sebagai kompensasi atas ketidakmampuan mereka untuk melahirkan anak-anak.
Horney mengembangkan idenya sejauh bahwa ia merilis salah satu buku "self-help" pertama pada tahun 1946, yang Are You Considering Psychoanalysis?. Buku ini menegaskan bahwa orang-orang, baik pria dan wanita, dengan masalah neurotik yang relatif kecil, pada dasarnya bisa menjadi psikiater sendiri. Dia terus menerus menekankan bahwa kesadaran diri adalah bagian untuk menjadi manusia yang lebih baik, lebih kuat, dan lebih kaya.